Ancaman di Lereng Slamet: Warga dan Aktivis Desak Penutupan Permanen Tambang Batu di Baseh

Prediksi SGP — Sebuah desakan keras disampaikan oleh gabungan warga dan aktivis lingkungan terhadap operasi tambang batu di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Presidium Gunung Slamet Menuju Taman Nasional bersama Musyawarah Masyarakat Baseh mendesak pemerintah daerah untuk segera menutup secara permanen aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Dinar Batu Agung (DBA) di Bukit Jenar, Desa Baseh.

Protes ini secara simbolis digelar di depan Gedung DPRD Kabupaten Banyumas, menyoroti dampak ekologis yang dianggap kian parah setelah empat tahun operasi tambang berjalan. Andi Rustono, Ketua Presidium Gunung Slamet Menuju Taman Nasional, menegaskan bahwa DPRD harus segera memanggil semua pihak terkait untuk menindaklanjuti kerusakan yang terjadi.

“Kondisi yang ada sudah mengkhawatirkan. Kami meminta perhatian serius dari dewan,” ujar Andi di Purwokerto.

Menurut paparan Andi, aktivitas tambang telah menyebabkan kerusakan nyata pada sumber penghidupan warga. Sedikitnya 19 unit kolam ikan milik masyarakat dilaporkan rusak. Tidak hanya itu, luasan sawah yang mencapai 24 hektare dikabarkan tertimbun material sedimen, pasir, dan kerikil dari lokasi penambangan.

Masalahnya tidak berhenti di situ. Andi menjelaskan, sedimentasi tebal yang terbawa aliran air hujan telah mengubah struktur tanah secara permanen dan mencemari kualitas air di kolam-kolam, yang pada akhirnya menurunkan produktivitas pertanian secara signifikan.

“Yang ditinggalkan tambang ini adalah warisan kerusakan alam. Material sedimen masuk ke kolam, merusak kualitas air, dan mengubur kesuburan tanah sawah,” tegasnya.

Kebijakan penutupan sementara yang selama ini diberlakukan dinilai tidak memadai untuk menghentikan degradasi lingkungan yang berkelanjutan. Selain merusak ekosistem, keberadaan tambang ini juga disebut mengancam sumber mata air utama yang menjadi tumpuan hidup lebih dari 100 keluarga di Baseh.

Dampak negatif lainnya, menurut Andi, meliputi polusi dari limbah tambang, berkurangnya keanekaragaman hayati, serta potensi bahaya bagi pengguna jalan akibat lalu lintas alat berat.

Merespon kondisi tersebut, kelompok warga dan aktivis mengajukan tiga tuntutan konkret kepada Pemerintah Kabupaten Banyumas, yakni penutupan permanen operasi PT DBA, pemulihan atau normalisasi area sawah dan kolam yang rusak, serta pemberian ganti rugi yang layak kepada para petani dan pemilik kolam yang terdampak.

Mereka juga mendesak DPRD Banyumas untuk segera memfasilitasi pertemuan audiensi yang menghadirkan Bupati Banyumas, perwakilan PT DBA, Kepala Cabang Dinas ESDM Wilayah Slamet Selatan Jawa Tengah, serta pihak-pihak terkait lainnya.

“Langkah ini penting untuk mencegah bencana lebih besar menimpa warga Baseh. Kami menuntut komitmen nyata pemerintah agar kerusakan ini tidak berlanjut,” tandas Andi.

Respons Pemerintah Daerah

Secara terpisah, Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono, telah melaporkan tiga lokasi tambang bermasalah di wilayahnya kepada Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi. Laporan ini disampaikan dalam rapat koordinasi Forkopimda Provinsi Jawa Tengah.

Sadewo menyebutkan, masalah pertama berada di wilayah Kecamatan Cilongok yang berbatasan dengan Kabupaten Brebes, terkait dengan bekas proyek panas bumi yang kini sedang dalam proses reboisasi.

“Kedua, adalah tambang batu di Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, yang memang mendapatkan penolakan dari masyarakat,” jelas Sadewo di Semarang.

Bupati mengonfirmasi bahwa tambang di Baseh saat ini telah dihentikan sementara operasinya, menunggu proses penyelesaian lebih lanjut sesuai regulasi yang berlaku.

Lokasi ketiga yang bermasalah adalah tambang pasir dan tanah di Desa Gandatapa, Kecamatan Sumbang, yang juga memicu keluhan dari warga setempat.

“Hari ini saya serahkan laporan lengkapnya kepada Gubernur. Untuk Cilongok sudah ada penanganan, sementara Baseh dan Gandatapa masih memerlukan penyelesaian,” pungkas Sadewo.

Laporan dari pemerintah daerah ini menunjukkan bahwa persoalan tambang di Baseh telah masuk dalam radar pemerintahan provinsi, menambah tekanan untuk ditemukannya solusi yang mengakomodasi kelestarian lingkungan dan suara masyarakat.